Postingan

Perempuan 19 tahun itu..

Gambar
Sedari kemarin foto seorang gadis belia nan cantik, wara wiri di media sosial. Seorang anak tunggal ayah ibunya, yang harusnya bisa saja tetap berdiam diri di rumah mengikuti keinginan junta militer yang sedang melancarkan kudeta, namun ternyata nuraninya menolak takluk. Dia tetap memilih turun ke jalan, menyuarakan penolakannya terhadap upaya membunuh demokrasi di negara itu. Ia dengan sadar meninggalkan zona aman dan memilih untuk tidak bungkam.  Ia bergerak dengan optimisme yang menjalar, yang ia simbolkan dalam kaos hitam dengan nukilan " Everything will be OK". Padahal ia tahu betul, bahwa ia tidak akan baik-baik saja. Selain tanda pengenal, ada dua carik kertas yang sengaja ia bawa. Kertas bertuliskan golongan darahnya, B rhesus positif dan carikan kertas lain yang berisi pesan terakhirnya. Pesan terakhir untuk mendonorkan organ tubuhnya pada orang yang membutuhkan jika sekiranya ia tidak bisa diselamatkan. Seolah ia sadar betul bahwa suatu waktu dalam tindakan heroik y

Mengulik Politik identitas, Sebuah Resensi

Gambar
  Judul buku    :  Identitas ; Tuntutan Atas Martabat dan Politik Kebencian (Terjemahan) Pengarang    :  Francis Fukuyama Penerbit        :  Bentang Pustaka Tahun terbit : 20 20 Jumlah halaman :  264  halaman   Fukuyama dalam buku ini memulai pembahasan mengenai identitas melalui pengenalan terhadap  thymos . Dimana ia mendefinisikan  thymos  sebagai bagian dari jiwa yang membutuhkan pengakuan atau martabat.  Thymos  sendiri memiliki 2 varian;  isothymia  (tuntutan untuk dihormati atas dasar kesetaraan dengan orang lain) dan  megalothymia  (keinginan untuk diakui sebagai golongan yang lebih unggul). Dua keinginan yang terkesan berlawanan ini menurut Fukuyama dapat saja berjalan seiring, misalnya saja saat seorang tokoh politik yang ingin tampil di barisan terdepan ( megalothymia ) menggerakkan pengikutnya berdasarkan kebencian dan perasaan tidak dihargai dari kelompok tersebut ( isothymia ).  Diskursus mengenai politik pengakuan dan martabat terus berkembang, hingga pada awal abad 19 i

Primadona di Tengah Corona

Gambar
Ilustrasi - Medcom.id. Pemberian bantuan secara langsung, khususnya makanan dan bahan pokok tampaknya lebih banyak menyasar ke driver ojol. Di titik-titik dimana makanan ataupun logistik dibagikan, terlihat mayoritas yang mengantri adalah driver ojol. Begitu juga pengorder yang memesan makanan online, juga mayoritas dihibahkan ke driver ojol. Mereka tumbuh menjadi idola bagi para dermawan yang berkeinginan membantu sesama.  Di sisi lain, para pedagang asongan, mbok jamu, starling (starb*ck kelilin g), dan pedagang kecil lainnya masih belum terlalu tersentuh. Mungkin karena sebagian memilih berhenti beroperasi, karna pusat keramaian tempat mereka mencari nafkah menjadi sepi. Mungkin juga karena kurang gercep (gerak cepat) dibanding driver ojol akibat keterbatasan dalam hal mobilisasi. Sebab sebagaimana kita ketahui, mayoritas mereka menjajakan produknya di kios kecil (sebagiannya pun kios kecil dadakan), berjalan kaki, ataupun bersepeda.  Barangkali distribusi bantuan terhad

Setelah Pemilu Usai

Ini sudah 18 April 2019, sehari setelah perhelatan akbar demokrasi di negara ini digelar. Setelah melalui proses nan panjang dengan beragam dinamika politik, saya fikir kemarin adalah batas dimana keributan berhenti. Batas dimana cebong dan kampret berdamai dan saling support untuk kemajuan bangsa.  Saya beruntung pernah dibimbing untuk lebih memahami persoalan ketahanan nasional, dipertemukan dengan beragam orang, mengunjungi berbagai tempat, serta mendap atkan akses informasi yang cukup. Hal itu membuat saya menyadari betapa menjaga ke-bhinnekatunggal-ikaan itu amatlah penting.  Kita beruntung punya beragam suku, beragam bahasa, budaya, agama, dan beragam golongan yang masih tetap komit berada dibawah kepak sayap Garuda. Bayangkan saja dinegara lain, masih satu suku dan satu agama saja mereka bisa perang saudara. Apalagi kita yang notabene amat beragam, tentunya punya tantangan lebih besar untuk menjaga negara ini tetap utuh dalam bingkai ke-Indonesiaan.  Namun belakangan,

Terorisme dan Reformasi Internal Polri

Era globalisasi yang terus menggelinding membuat batas-batas antar Negara semakin kabur. Terlebih saat revolusi 4.0 didengungkan, dimana teknologi menjadi salah satu penyokong utama dalam menjalankan roda kehidupan. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk keamanan dan pertahanan berbanding lurus dengan ancaman penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi itu sendiri. Sehingga pertahanan dan keamanan siber menjadi salah satu isu prioritas yang menjadi perbincangan hangat di semua negara. Salah satu ancaman penyalahgunaan teknologi informasi adalah penyebarluasan hoax, ujaran kebencian. Penyebaran hoax dan ujaran kebencian di dunia maya mengancam lunturnya kohesi sosial di tengah masyarakat Indonesia yang sangat majemuk.  Kohesi sosial menurut MacCoun mengacu pada sifat dan kualitas ikatan emosional persahabatan, keinginan, perhatian, dan kedekatan antara anggota kelompok. [1]  Kohesi sosial dipengaruhi oleh beragam fa

Kopi Kawa

Beberapa hari yang lalu, seorang adik mengingatkan bahwa sudah lama kami tidak bersua sambil menikmati kopi kawa. Kopi kawa atau yang juga sering disebut kawa daun ini merupakan salah satu minuman khas di sumatera barat. Ia menjadi menarik karna tidak berasal dari seduhan biji kopi, sebagaimana sajian kopi pada umumnya. Kopi kawa justru berasal dari seduhan daun kopi yang sudah dikeringkan. Biasanya penyajiannya juga tidak di gelas, sebagaimana lazimnya penyajian kopi. Namun ia dinikmati di batok-batok kelapa yang sudah dibersihkan dengan didampingi saka (gula merah) ataupun susu kental sebagai pemanis. Ide membuat minuman sejenis ini, konon katanya muncul akibat mirisnya hidup petani kopi di zaman penjajahan. Semua biji kopi petani di ambil oleh penjajah sebagai bentuk bayaran atas pajak tinggi yang mereka tetapkan. Kerinduan menikmati aroma kopi akhirnya hanya di bayar dengan menikmati seduhan daun kopi yang dikeringkan. Jika dilihat dari sejarahnya, kopi kawa dulunya adalah k

Masa Depan Palestina

Gambar
Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait Yerussalem pada akhirnya menuai reaksi dari berbagai belahan dunia. Pengakuan Amerika atas Yerussalem sebagai ibukota Israel menimbulkan kegaduhan dan menuai banyak kecaman. Dalam Sidang Dewan kKeamanan PBB, Amerika Serikat bahkan ngotot menggunakan hak vetonya saat 14 dari 15 negara menolak pengakuan Amerika atas ibukota Israel.  Meskipun Amerika mengancam akan memberikan sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang berseberangan, namun dalam sidang darurat Majelis Umum PBB pada 21 Desember 2017, justru 128 negara menentang Amerika, dan hanya 9 negara yang mendukung. Walaupun keputusan sidang ini tidak mengikat, hal ini tentunya menjadi tamparan keras bagi Amerika Serikat. Akar konflik Israel dan Palestina diawali oleh deklarasi Balfour pada 2 November 1917. Isi deklarasi ini adalah Inggris akan mengupayakan Palestina sebagai tuan rumah bagi bangsa Yahudi, tapi dengan jaminan tidak akan mengganggu hak keagamaan dan sipil warga