Postingan

Sertifikasi penceramah, perlukah?

Di awal tahun lalu wacana mengenai sertifikasi penceramah pernah digaungkan oleh kemenag. Namun muncul penolakan dan cacian dari beberapa kelompok. Memang waktunya kurang tepat, sebab masih dalam momen pilkada dan masyarakat masih sensitif dengan upaya-upaya yang dianggap menyinggung agama.  Tapi mari kita coba fikirkan lagi wacana tersebut hari ini. Coba kita cermati fenomena penceramah yang ada hari ini dan mari kita jawab dengan jujur, ada berapa banyak yang tiba-tiba jadi penceramah instan. Sekolah tidak jelas dimana, mondok tidak jelas dimana, tiba-tiba sudah mengaku ustadz. Orang-orang sejenis itu juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Sebab masyarakat kita juga terkadang latah. Ada yang tampilannya sedikit menarik, sedikit-sedikit teriak takbir dan sedikit-sedikit mengkafirkan orang, itu sudah ramai-ramai dipanggil ustadz.  Lucunya adalah, untuk pendidikan dunia kita begitu selektif mencari guru. Untuk guru pendidikan dasar dan menengah minimal harus sarjana, untuk menjadi dose

Menelisik Rohingya

Gambar
Beberapa hari terakhir pemberitaan terkait kekera san yang terjadi di Rakhine terhadap etnis Rohingya bersiliweran di berbagai media. Berbagai bentuk respon juga marak di timeline sosial media kita. Mulai dari respon keprihatinan, respon kutukan terhadap orang yang dianggap bertanggung jawab terhadap kekerasan, hingga respon berbentuk caci maki terhadap suatu agama. Namun pada dasarnya peristiwa yang menimpa etnis rohingnya memanglah sangat mengusik kemanusiaan manusia.  Kekerasan yang menimpa etnis Rohingya bukanlah yang pertama kali terjadi. Tahun 2015 lalu Indonesia bahkan sampai menampung 996 orang pengungsi etnis Rohingya yang terdistribusi di Aceh dan Medan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah siapa sebenarnya etnis Rohingya dan apa kesalahan mereka sehingga diperlakukan demikian. Jawaban yang umum muncul adalah Rohingya merupakan muslim minoritas yang menempati daerah Rakhine, Myanmar dan mereka diburu sebab mereka muslim dan kafir membenci muslim.  Sejarah mencatat bahwa Bu

Hari Ibu

Ibu : kamu mau balik? Saya : iya ibu : kenapa cepat sekali? Saya : mau urus sidang tesis dulu, bu Ibu : kamu lihat rekening ibu, ambil separuhnya utk ongkosmu balik..  Saya tercekat, diam.  Sejurus kemudian baru berkata, "Tiket saya sudah ada kok bu" Saya mungkin bukanlah perempuan ekspresif yang bisa menampilkan ekspresi kegelisahan, kegembiraan ataupun kesedihan saya. Saya hampir tidak pernah menangis di depan perempuan terkuat yg pernah saya kenal, yaitu ibu saya. Pun saat beliau kecelakaan 4 hari lalu hingga koma. Saya tetap tdk bisa menangis dihadapannya. Saya baru bisa menangis diam-diam dibelakang.  Saat saya pamit tadi, tubuh ibu masih ringkih terbaring di kasur. Ingatannya belumlah begitu pulih. Gegar otak ringan kata dokter. Untuk duduk saja ia masih kepayahan. Menahan sakit dan menahan nyeri di kepala.  Tapi saya harus kembali, bu..  Menyelesaikan bengkalai yang belum usai. Mimpi yang selalu engkau dukung. Saya tahu betul uang ibu tidak

tokoh-tokoh perempuan yang dilupakan

berbicara mengenai tokoh perempuan indonesia pasti ingatan kita langsung merujuk pada sosok kartini (1879-1904). Kartini dianggap sebagai simbol perempuan indonesia yang memiliki pemikiran maju di zamannya karna berfikir untuk membebaskan perempuan dari kebodohan dan ketidakberdayaan. pendidikan yang didapat oleh perempuan-perempuan dewasa ini pun di klaim merupakan hasil jerih payah kartini. faktanya, surat-surat kartini baru dibukukan pada tahun 1911 di belanda. diterjemahkan dalam bahasa indonesia tahun 1922. perempuan masa kini yang berprestasi selalu dilekatkan sebagai kartini muda. sementara perempuan masa lalu dilekatkan dengan stereotipe yang tidak berdaya dan tidak berpemikiran maju. benarkah demikian? pada masa indonesia masih terpencar dalam bentuk kerajaan-kerajaan, sesungguhnya juga telah muncul tokoh-tokoh perempuan hebat dizamannya. tidak dapat dinafikan bahwa di minangkabau dulu pernah dipimpin oleh seorang bundo kanduang. Aceh pernah dipimpin oleh ratu

Mewaspadai Cultural Violence : Analisis Respon Terhadap Isu Kebangkitan PKI

Gambar
Anti-komunisme telah menjadi wacana utama dalam masyarakat indonesia sejak tahun 1965 hingga   hari ini. Selama orde baru masyarakat indonesia setiap tahunnya di tanggal 30 september terbiasa menonton film “Pemberontakan G-30 S/PKI”. Film ini menggambarkan rangkaian peristiwa yang terjadi pada 30 september 1965, bagaimana penculikan para jenderal, penyiksaan dan pembunuhan yang di alami korban sebelum akhirnya di buang ke dalam sumur yang sekarang kita kenal dengan Lubang Buaya. Gerakan 30 september adalah nama yang diberikan oleh kolonel untung terhadap peristiwa ini. Untung adalah orang yang memimpin pasukan penculik para jenderal pada malam 30 september itu.             Tanggal 1 oktober 1965 soeharto, komandan KOSTRAD (komando cadangan strategis angkatan darat) membuat pernyataan bahwa PKI (partai komunis indonesia) dibawah pimpinan DN. Aidit berada dibelakang operasi untung [1] . Pernyataan soeharto dan kampanye kekerasan terhadap PKI dan pengikutnya dalam waktu singkat mampu

mencubit ; dulu dan sekarang

Kejadian yang menimpa seorang guru di salah satu SMP di bantaeng cukup membuat saya miris. Bagaimana tidak, cuma gara-gara mencubit siswanya yg main siram-siraman air pel yg akhirnya air pel mengenai sang guru itu, ibu guru ini harus mendekam di penjara. Sang guru ini sekarang tengah mengalami depresi dan diabetes keringnya kambuh saat penahanan menunggu sidang saat ini. Saya jadi ingat waktu saya sekolah dulu, bagaimana guru SD saya menyiapkan rotan utk siswa2nya yang nakal. Atau guru mengaji saya menyiapkan lidi saat kami salah membaca tajwid. Atau guru SMP saya yg menampar dua orang anak yg di anggap nakal didepan semua peserta upacara. Atau saat SMA kami dijemur sambil hormat ke tiang bendera ketika panas terik gara-gara sembunyi pas upacara bendera. Uniknya saat saya mengadukan ke rumah kalau saya dihukum, orang tua saya bukannya membela apalagi melaporkan sang guru ke polisi namun justru memarahi dan menambah hukuman saya. Kadang hukuman dirumah berlipat ganda dar

minangkabau dalam teori dimensi budaya

Dalam konteks komunikasi antar budaya menurut edward T hall, ada dua dimensi budaya yakni low context culture dan high context culture. Orang-orang yang berasal dari budaya high context culture biasanya dalam berkomunikasi lebih suka menyampaikan pesan secara implisit. Selain pesan verbal, pesan-pesan non verbal juga sangat diperhatikan. nilai-nilai atau norma budaya mereka juga secara implisit terwakili oleh simbol-simbol. Sederhananya orang yg berasal dari high context cult ure akan berkomunikasi secara high context juga. Sebaliknya orang2 yang berasal dari budaya low context, lebih suka menyampaikan pesan secara eksplisit. Kadang tidak terlalu menanggapi pesan-pesan non verbal. Bagaimana dengan minangkabau? Jika kita merujuk pada teori Edward T Hall, minangkabau dapat digolongkan dalam high context culture. Hal ini dapat dilihat dalam pola komunikasi orang minang yang cenderung menyampaikan pesan secara implisit, entah itu melalui kias atau petatah petitih adatnya.