KEPEMIMPINAN JOKOWI DAN KEBIJAKANNYA YANG KONTROVERSIAL
A. Sekilas
Tentang Teori Kepemimpinan
“Leadership is the heart of good governance”
Kalimat diatas menggambarkan
seberapa vitalnya kepemimpinan dalam membangun sebuah tata kelola pemerintahan
yang menganut prinsip good governance. Tidak berlebihan jika kepemimpinan
dianggap vital, dikarenakan pemimpin dengan pola kepemimpinannya akan berefek
langsung terhadap kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam sebuah tata kelola
pemerintahan.
Kepemimpinan adalah sebuah
objek kajian yang telah lama menarik
perhatian banyak orang. Istilah kepemimpinan sering digunakan dalam
mengkonotasikan sebuah citra individu yang kuat dan dinamis bagi orang – orang
yang berhasil memimpin di sebuah bidang, baik bidang kemiliteran, perusahaan
atau memimpin sebuah negara. Jika kita meninjau perjalanan sejarah, Indonesia
misalnya maka akan banyak kita temui peran – peran pemimpin dalam perjalanan
sejarahnya. Baik itu peran sebagai orang yang dianggap berjasa, maupun perannya
sebagai orang yang dipersalahkan dalam sebuah peristiwa penting dalam sejarah.
Ada banyak defenisi mengenai
kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar kepemimpinan. Misalnya saja Gardner
(1990) mendefenisikan “leadership is the
process of persuasion or example by which an individual (or leadership team)
induces a group to pursue objectives held by the leader or shared by the leader
and his followers”. Dalam hal ini gardner menjadikan proses persuasive dan
keteladanan menjadi kunci dari sebuah kepemimpinan. Sementara Gary Yukl (2010)
mengemukakan defenisi kepemimpinan sebagai berikut “ leadership is the process of influencing others to understand and agree
about what needs to be done and how to do it, and the process of facilitating
individual and collective effortsto accomplish share objectives” . Defenisi
mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan adalah proses yang disengaja dari
seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain.
Dalam kepemimpinan pastinya pemimpin dan pengikut merupakan syarat
mutlak adanya proses kepemimpinan tersebut. Antara keduanya, terdapat hubungan
antar manusia yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin), dan hubungan kepatuhan
para pengikut/ bawahan karena dipengaruhi oleh pemimpin. Jika para pengikut
terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinnya, dan bangkitlah rasa ketaatan kepada
pemimpin.
Di masa dulu, sekarang maupun akan datang, pemimpin dan peran
kepemimpinannya ditentukan oleh banyak atau tidaknya pengikut. Tidak dapat
seseorang dikatakan pemimpin jika dia tidak punya pengikut. Terlebih lagi
pemimpin yang berada di sector publik. Keberadaan pengikut dari pemimpin yang
berada di sector public menjadi hal yang
sangat penting mengingat dukungan menentukan seorang pemimpin bisa bertahan
lama atau tidak dalam melaksanakan kepemimpinannya di sector publik.
Aspek penting lainnya dari seorang pemimpin ialah cara ia mencapai
status pemimpin. Pemimpin yang ditunjuk oleh petinggi kemungkinan memiliki
kredibilitas yang rendah di mata bawahannya dan mendapatkan loyalitas yang
kurang dibandingkan pemimpin yang dipilih atau muncul dari kesepakatan
pengikutnya. Seringkali para petinggi yang dipilih pengikutnya lebih mudah
mempengaruhi kelompoknya melalui sasaran pencapaian karna kekuasaan
dianugrahkan kepada mereka oleh para pengikutnya.
Pemimpin jika dilihat dari sisi formalitas ada dua yaitu pemimpin formal dan pemimpin
informal. Pemimpin formal adalah orang yang oleh organisasi ditunjuk sebagai
pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu
jabatan dalam struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban yang
berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran organisasi. Pemimpin informal, yaitu
orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin namun karena
ia memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang
mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat.
Para pemimpin sering
dihadapkan pada berbagai dilema yang mengharuskan mereka memilih antara
serangkaian nilai dan prioritas yang saling bertolak belakang, dan pemimpin
yang baik akan mampu mengenali dan menghadapinya dengan komitmen untuk
melakukan hal yang benar, bukan hanya hal yang diperlukan. Tentu saja frasa
“bertindak benar” terdengar begitu sederhana. Namun, terkadang perlu keberanian
moral untuk bertindak benar walaupun kebenaran itu terlihat jelas. Adakalanya
juga pemimpin dihadapkan pada tantangan kompleks yang tidak memiliki jawaban
hitam-putih.
Namun apapun kasusnya,
pemimpin tetap menciptakan teladan moral yang menjadi model bagi keseluruhan
kelompoknya atau masyarakatnya bagi pemimpin yang berada di sector public.
Entah teladan moral itu nanti berupa teladan baik ataukah sebuah teladan yang
buruk. Pemimpin yang secara pribadi tidak menghargai kebenaran, tidak akan
menginspirasi orang lain untuk menghargai kebenaran. Pemimpin yang lebih peduli
pada kesejahteraan dirinya sendiri, tidak akan menginspirasi orang lain untuk
berkorban demi orang lain.
Pemimpin, seperti apapun
persoalan yang dihadapi hendaklah selalu menjadi problem solver bagi
pengikutnya. Pemimpin yang mampu menjadi problem solver dari setiap
permasalahan merupakan pemimpin yang sangat dibutuhkan masyarakat. Seperti yang
dikemukakan Clare Rigg “The
most important role of public sector leaders has been to solve the problems and
challenges faced in a specific environment”.
Kepemimpinan sejati sering
dicirikan banyak orang dengan adanya derajat kepercayaan antara pemimpin dan
pengikut. Bennis dan Goldsmith menggambarkan empat kualitas kepemimpinan yang
menghasilkan kepercayaan yaitu visi, empati, konsistensi dan integritas.
Pertama, kita cenderung mempercayai pemimpin yang mempunyai visi yang kuat,
yang menyatukan pengikutnya dengan dasar kesamaan nilai dan tujuan serta rasa
memiliki institusi yang menaunginya. Kedua, kita cenderung mempercayai pemimpin
yang menunjukkan empati kepada kita, yang menunjukkan bahwa mereka memahami dunia
sama seperti yang kita pahami. Ketiga, kita mempercayai pemimpin yang
konsisten. Bukan berarti tidak boleh
berubah,hanya saja perubahan dipahami sebagai sebuah proses evolusi dengan
mempertimbangkan bukti yang relevan. Keempat, kita cenderung mempercayai
pemimpin dengan integritas yang kuat, yang menunjukkan komitmen pada
nilai-nilai prinsipil melalui tindakan – tindakan yang dia lakukan.
B. Kepemimpinan
Jokowi
Pemilihan presiden secara
langsung sejak tahun 2004 telah menciptakan nuansa baru kepemimpinan di
Indonesia. Keterlibatan rakyat secara
langsung dalam memilih pemimpin tertinggi bangsa ini memberikan image baru kepada presiden terpilih
sebagai presiden yang lahir dari rakyat, presiden pilihan rakyat dan lainnya.
Metode pemilihan langsung juga membuat Presiden dapat mengklaim bahwa dia
dipercaya oleh mayoritas rakyat indonesia dan diberi amanah untuk memimpin
bangsa ini satu periode kedepan.
Dilantiknya Jokowi-JK sebagai Presiden
dan Wakil Presiden ke-7
otomatis mengukuhkan jokowi sebagai pemimpin tertinggi bangsa ini. Euphoria
yang dibangun di awal kemenangan pilpres lalu pasca negara ini terpolarisasi
dalam dua kutub capres masih hangat terasa di ingatan. Pesta rakyat yang muncul
dihari pelantikan jokowi semakin mengukuhkan klaim bahwa jokowi adalah presiden
pilihan rakyat.
Hadirnya jokowi sebagai sosok yang anti mainstream
dari sosok - sosok presiden sebelumnya dengan ciri khas blusukan serta tampil
apa adanya seolah menjadi obat bagi masyarakat indonesia yang sudah muak dengan
pemimpin – pemimpin dengan tampilan yang eksklusif namun tidak jujur dan banyak
terjerat skandal kasus. Kasus yang marak menimpa pemimpin – pemimpin di sector
public khususnya di Indonesia adalah kasus korupsi.
Soal kedekatan pada rakyat, inilah modal
sosial utama bagi pemimpin. Saat pemimpin mengabaikan kepentingan rakyat, pada
dasarnya ia telah berubah menjadi penguasa, bukan pemimpin. Penguasa berjarak
dan menjauh dari rakyat, sementara pemimpin menjadi bagian dari rakyat. Factor kedekatan terhadap rakyat ini juga salah
satunya yang mengantarkan jokowi ke kursi kepresidenan. Pola jokowi yang
membaur dengan rakyat membuat rakyat merasa jokowi adalah bagian dari mereka
yang akan mewakili rakyat memimpin bangsa yang besar ini.
Sejak dilantiknya menjadi
presiden, jokowi tercatat membuat beberapa kebijakan yang kontroversial dan
sebagiannya sangat tidak populis. Hal ini membuat jokowi banyak dikecam dan
diserang. Baik serangan yang dilancarkan oleh partai pendukung, serangan oleh
partai oposisi, serangan dari fihak yang berseberangan pilihan politik di
pilpres, dan kecaman dari pengikutnya dahulu serta serangan lainnya yang
sebagiannya juga dilancarkan via social media.
Ada
beberapa kebijakan jokowi yang menjadi kontroversi di masyarakat. misalnya saja,
terkait susunan kabinet yang awalnya dijanjikan ramping namun pada akhirnya
tetap 34 kementrian. Hal ini memang tidak bisa dilepaskan dari situasi politik
dimana bahasa koalisi tanpa syarat seolah menguap karna tanpa mengakomodir
partai politik pendukungnya akan menciptakan ketidak stabilan juga di negara
ini. kedua, mengangkat menteri tanpa melihat
kualifikasi pendidikan. Masyarakat sudah mengetahui menteri Susi Pudjiastuti
yang tidak lulus SMA, banyak menerima kritikan keras dari masyarakat.
Namun setelah waktu berjalan ternyata di lapangan Menteri Susi yang
banyak melakukan langkah-langkah nyata di kementriannya. Keputusan
mengenai KAPOLRI yang membuka lembaran baru cecak versus buaya juga menjadi
kontroversial.
Kebijakan
menaikkan harga bbm bersubsidi juga merupakan salah satu langkah Presiden Jokowi
yang menimbulkan penolakan keras dari berbagai kalangan masyarakat. Terlebih
kenaikan BBM terjadi disaat harga minyak dunia turun. Kebijakan jokowi yang
tidak populis ini memicu pergolakan di masyarakat khususnya di kalangan
mahasiswa. Ditambah lagi statement jokowi yang seolah tidak mau tahu dengan menjawab
“Tanya saja ke menteri ESDM” saat diwawancarai perihal kenaikan harga BBM.
Kalimat yang dikemukakan jokowi seolah mencirikan bahwa jokowi bukanlah
pemimpin yang mampu menjadi problem solver. Namun kalimat itu malah menjadikan
masyarakat semakin tidak puas dan bertanya – tanya tentang kebijakan
pemimpinnya. Kalimat diatas menjadi problem sendiri di masyarakat disamping
problem yang ditimbulkan karna kenaikan harga BBM. Jokowi pada kasus ini malah
bisa dianggap sebagai problem maker dibanding
problem solver.
Kebijakan kenaikan BBM ini juga
memicu kekecewaan dari para pendukung jokowi, atau kalau boleh disebut
pengikutnya. Padahal seperti kita kemukakan di atas, kapasitas pemimpin
ditentukan oleh banyak atau tidaknya pengikut. Jika banyak pengikut yang kecewa
dan meninggalkannya maka akan semakin lemah kepemimpinannya. Ditambah lagi jika
pengikut malah melakukan pemberontakan karna merasa hak nya tidak di akomodir.
Sebagai pemimpin di sektor public,
apalagi pemimpin tertinggi bangsa ini harusnya jokowi mampu memanfaatkan
kekuatan yang dia miliki dalam mengambil sebuah kebijakan public dan juga
menjalankannya. Apalagi jokowi merupakan presiden hasil pilihan langsung oleh
rakyat yang secara tidak langsung memberikan legitimasi kuat baginya dalam
bertindak. Sehingga pada dasarnya beban kepentingan pada dirinya jauh berkurang
dibanding presiden yang dipilih oleh parlemen.
Namun yang tidak boleh dilupakan
juga, baik eksekutif, legislative dan yudikatif haruslah berjalan seiring agar
negara ini dapat stabil. Fungsi dari masing masing lembaga hendaknya dijalankan
dan dihormati oleh lembaga lainnya. Koordinasi antar lembaga juga menjadi
sebuah keharusan jika menginginkan negara ini menjadi negara yang kuat. Join-up government sangat berpengaruh
dalam hal ini. dalam konteks ini kepemimpinan jokowi terkadang terkesan jalan
sendiri-sendiri antara eksekutif, legislative dan yudikatifnya. Hal ini dapat
dilihat pada kasus penetapan budi gunawan sebagai kapolri. Secara kasat mata
kita bisa melihat ada koordinasi yang tidak terbangun secara baik disitu.
C.
Penutup
Hendaknya sebagai
seorang pemimpin di sector public, jokowi mampu menjadi pemimpin yang dicintai
rakyatnya dengan cara memperhatikan kesejahteraan mereka. Jokowi hendaknya juga
membangun penguatan di internal kenegaraan melalui konsolidasi dan penguatan
lembaga-lembaga pemerintah. Serta yang terpenting mampu menjadi problem solver
bagi masyarakatnya
D.
Daftar
pustaka
Hughes, Richard L.; Ginnet, Robert C. & curphy, Gordon J. 2002. Leadership: enhancing the lessons of
experience. New York: MC Graw Hill
Rigg, Clare. & Richard, Sue. 2006. Action learning, leadership and
organizational development in public services. New York : Roudledge
Yukl, Gary. 2010. Leadership in
organization. San Francisco, CA: Pearson
Wirawan. 2013. Kepemimpinan ;
teori, psikologi, perilaku organisasi, aplikasi dan penelitian. Jakarta :
Rajawali Pers
Komentar
Posting Komentar